Jumat, 20 Januari 2012

Langkah Cerdas Rakyat Tertindas


Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka…. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka… (Qs. Al Munafiquun : 4)
Siapakah pemimpin bangsa yang tidak berasal dari rakyat. Kebanyakan para pemimpin bangsa mulai dari masa dahulu hingga saat ini, berasal dari pemimpin rakyat dan sebelumnya berjuang untuk dan atas nama rakyat. Bahkan tidak sedikit dari mereka mengalami masa pahit dan getir bahkan sampai dipenjarakan – demi rakyat. Mereka (para pemimpin rakyat) ini pun, pada saat yang tepat – saat pemilu –  menjadikan ajang kampanye sebagai arena umbar janji dan saling klaim, bahwa kepemimpinan yang selama ini keliru, kurang tepat, lamban, tidak berpihak kepada rakyat dan lain sebagainya.
Tetapi tatkala mereka berhasil duduk, terpilih dan di pilih, tiba tiba mereka menjadi orang yang santun dan ‘mudah mengerti’ mengapa segala sesuatunya memang memerlukan waktu dan proses.
Lalu ngomong apa yang dulu itu… ya ? Maka sesiapapun yang mendasari tindakannya berdalih semangat kebangsaan ; atas nama kecintaan pada rakyat ;  bukan semangat lillaahi ta’aala (sebagai perwujudan diri selaku hamba Allah) ; maka sesungguhnya ada dusta diantara kita.
Dusta, karena kalau gak sanggup mengabdi pada negara, mengapa memilih menjadi PNS, berjuang menjadi anggota DPR, berharap masuk dalam jajaran kabinet, menghalalkan segala cara agar beroleh posisi dan jabatan, bersedia berkorban asal beroleh kursi dan posisi. Kalau memang mengabdi pada bangsa terlampau berat dan menyakitkan, ayo tinggalkan segera PNSnya, keanggotaan DPRnya, jabatannya, atau status Menterinya sekali pun. Mengapa saat membicarakan pemerintah bersih dan bebas korupsi, tiba-tiba semua menjadikan gaji rendah sebagai penyebab ?
Ingat ! Satu dunia tidak akan cukup untuk satu manusia serakah, bagaimana kalau di Indonesia saja ada 10, 100, 1000 atau 1 juta manusia saja yang serakah ? Maka sebagioan mereka mulai mengasah posisi dan dan jabatannya sebagai senjata pamungkas untuk merampok dan menjadikan orang lain sebagai pelayannya yang harus sedia memenuhi kebutuhannya. Jika menolak.. ? urusannya sengaja dipersulit. Didengang dengungkanlah bunyi terompah syaithan  : ‘Jika bisa dipersulit mengapa harus dipermudah ?’, ‘Jangankan mencari yang halal, yang haram saja susah’.
Sebagian dari  mereka, segera menggunakan pengaruhnya untuk menjatuhkan, meruntuhkan dan menghinakan lawan-lawannya, agar ia beroleh tempat pada posisi yang ditanggalkan.
Jika mereka dihinakan, atau merasa dilecehkan atau bermaksud untuk mempertahankan diri dari kesalahan yang diperbuat, mereka siap membangun argumentasi dalil. Lalu ramailah anak bangsa saling hujat, saling cela, saling fitnah, pernyataan dan sumpah palsu serta saksi palsu.
Yang lain, bertindak lebih taktis dengan pendekatan sistimatis dan terkesan lebih bersifat pendekatan kultur. Mereka menciptakan hukum guna membangun sistim dan birokrasi yang hanya mereka yang boleh mengutak atiknya. Lewat hukum yang diciptakan, mereka lahirkan pula kewenangan. Lewat hukum mereka pun membuat aturan dan ketentuan yang saling terkait seumpama sarang laba-laba.  Hukum lalu dilempar kekhalayak ramai, maka siapa pun yang melintas akan terjerat, terlilit tanpa bisa berlari menyelamatkan diri.
Semua demi kepentingan sendiri. Maka wajarlah kalau korupsi akhirnya menjadi sebuah gejala yang menggurita di semua lini.
Jika 100 atau 1 juta orang serakah itu telah menjadi pejabat dan pemimpin negeri. Maka betapa besar kesibukan dan aktivitas mereka. Untuk rakyat ? bukan, tetapi untuk dan demi kentingan mereka sendiri.
Dalam kondisi seperti ini , mungkinkah upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan ?
Jika rakyat saja sudah tak menjadi perhatian, dasar apa korupsi dapat dihentikan ?
Aksi 9 Desember 2009 layak disebut langkah cerdas rakyat tertindas. Karena rakyat telah mulai menyadari, bahwa mengharapkan ‘niat baik’ pemerintah saja tidak cukup untuk memberantas korupsi.  Pemberantasan korupsi hanya akan efektif,  jika dikawal dan diawasi pelaksanaannya oleh rakyat. Aksi 9 Desember 2009 layak dimaknakan, betapa korupsi adalah musuh bersama.
Gerakan Aksi 9 Desember2009  semoga menjadi awal dan momentum penting bagi semua elemen masyarakat untuk berikrar dalam satu pandangan, bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan dan dosa besar dihadapan Allah SWT.
Oleh : Muhammad Nasir Siregar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar