Senin, 16 Januari 2012

Gerakan Pembaruan Muhammadiyah di Era Modern


muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menekankan amar makruf nahi mungkar telah berkiprah dalam rentang waktu satu abad. Dengan masa sepanjang itu, Muhammadiyah sudah melewati berbagai tahapan atau periodisasi zaman di Indonesia. Dari mulai zaman penjajahan (1912-1945), zaman kemerdekaan (1945-1950), zaman Orde Lama (195a 1966), zaman Orde 8aru (1966-1998). dan zaman Reformasi (1998-sekarang). Masa-masa tersebut dilalui Muhammadiyah dengan sangat dinamis. Jika pada awal berdiri, Muhammadiyah hanya fokus pada persoalan pemurnian agama, karena realitas masyarakat yang banyak melakukan taklid, bidan, dan khu-farat. Maka, di zaman penjajahan juga terdapat pandangan perlwanan terhadap penjajah. Sementara pada masa awal kemerdekaan, banyak di antara tokoh Muhammadiyah yang berperan dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa ini.
Di saat Orde Lama berkuasa, Muhammadiyah secara perlahan mulai ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis. Terseretnya Muhammadiyah pada politik praktis karena Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam Partai Masyumi. Sementara di bawah kekuasaan Orde Baru, kiprah Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan berjalan statis. Hal ini disebabkan kuatnya tekanan pemerintahan rezim Orde Baru yang mampu mengebiri gerakan-gerakan organisasi masyarakat (ormas), termasuk Muhammadiyah.
Saat Orde Baru tumbang pada 1998, Muhammadiyah mengambil peran yang amat vital. Gerakan reformasi yang digagas oleh sejumlah elemen masyarakat, telah memunculkan figur Muhammadiyah, Amien Rais, sebagai aktor reformasi. Namun, di era reformasi yang mengusung kebebasan berpendapat, masih banyak kalangan menilai ide-ide dan suara Muhammadiyah justru tidak tampak di permukaan.
Dalam tulisannya yang berjudul "Etos Pembaharuan Kyai Ahmad Dahlan", guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Abdul Munir Mulkan mengungkapkan, saat ini Muhammadiyah hanya sekadar meniru Kiai Ahmad Dahlan, tanpa tahu gagasan dan etos gerakannya. Kebesaran Muhammadiyah sebagai organisasi kini mengarah pada rutinitas semata, serta tidak dapat dilepaskan dari pengulangan-pengulangan gagasan sebelumnya.
Jika mengacu pada gagasan KH AR Fachrudin dengan istilah Islam yang menghidupkan seharusnya Muhammadiyah mampu berkontribusi di negeri ini. Namun, yang berlangsung saat ini adalah pemikiran Muhammadiyah yang terkesan tidak membumi lagi. Gerakan amaliyah yang digalakkan Kiai Dahlan kini tampak eksklusif, hanya dirasakan langsung oleh kader-kader Muhammadiyah.
Mengenai hal ini. Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, saat ini gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaruan telah mengalami kemunduran. Sebab, banyak kecenderungan pergerakan yang berjalan di tempat. Padahal, ungkapnya, sebagai suatu gerakan organisasikemasyarakatan, Muhammadiyah seharusnya memberikan pemikiranke depan.
Kemunduran yang berlangsung di tubuh Muhammadiyah saat ini, dinilai Haedar, juga tidak terlepas dari kurangnya para kader dan generasi penerus Muhammadiyah dalam meneladani generasi pendahulunya. "Usulan Buya Hamka tentang-majelis tarjih dan kebebasan berpikir perlu dipertimbangkan lagi," ujarnya saat peluncuran dan bedah buku Haedar Nashir yang berjudul Muhammadiyah Gerakan Pembaruan di Jakarta, akhir April lalu.
Sementara dalam pandangan Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Bachtiar Effendy, peran sosial ormas Islam seperti
Muhammadiyah saat ini mengalami penurunan. Penurunan ini akibat pengurus ormas terjun ke ranah politik. Pada masa Orde Baru, saat organisasi keagamaan dilarang berpolitik, justru banyak madrasah, pesantren, serta rumah sakit yang dibangun Muhammadiyah. Sementara pada masa sekarang, tak ada satu pun yang mereka bangun yang merupakan amal keagamaan. Kalaupun ada, menurut Bahtiar, hanya melanjutkan apa yang sudah ada.
Bachtiar mengungkapkan, pada masa pemerintahan Soeharto, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah masih mempunyai nilai tawar sangat besar. "Meski bersikap oto-riter, pemerintahan Orde Baru saat itu selalu mempertimbangkan Muhammadiyah," katanya.
Kondisi sebaliknya justru terjadi di masa sekarang. Menurut Bahtiar, pandangan-pandangan pemuka agama, baik dari Muhammadiyah maupun organisasi Islam lainnya, sekarang ini tak terlalu diperhatikan pemerintah.
Ia mengatakan, untuk mengembalikan fungsi organisasi keagamaan pada fitrah-nya, para pemuka agama di organisasi keagamaan jangan terlibat politik praktis. Sebab, Muhammadiyah merupakan representasi organisasi keagamaan Islam di Indonesia yang secara historis telah memiliki kedekatan dengan masyarakat. Maka, diharapkan, Muhammadiyah kembali fokus pada masyarakat.
Menurut cendikiawan Muslim Indonesia, Dawam Rahardjo, saat ini Muhammadiyah belum mampu mengembangkan sepenuhnya ajaran pendirinya, KH Ahmad Dahlan.
"Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, ajaran pendiri Muhammadiyah seperti tauhid sosial, tak berkembang," ujar Dawam saat peluncuran buku Satu Abad Muhammadiyah, Mengkaji Utang Arah Pembaruan, Kamis (1/7) di Yogyakarta.
Menurutnya, tauhid sosial yang terdiri atas dua pilar, yakni dimensi hubungan Tuhan dengan manusia, dan manusia dengan sesamanya yang diwujudkan dengan amal perbuatan, mulai kehilangan rohnya. Karena itu, kata dia, Muhammadiyah harus segera melakukan evaluasi agar tak terjerumus pada fundamentalisme dan puritanisme. nidia z, yulianlngslh. ad syahruddln e
Ringkasan Artikel Ini
Gerakan Pembaruan Muhammadiyah di Era Modemuhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menekankan amar makruf nahi mungkar telah berkiprah dalam rentang waktu satu abad. Terseretnya Muhammadiyah pada politik praktis karena Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam Partai Masyumi. Namun, di era reformasi yang mengusung kebebasan berpendapat, masih banyak kalangan menilai ide-ide dan suara Muhammadiyah justru tidak tampak di permukaan. Jika mengacu pada gagasan KH AR Fachrudin dengan istilah Islam yang menghidupkan seharusnya Muhammadiyah mampu berkontribusi di negeri ini. Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, saat ini gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaruan telah mengalami kemunduran. Kemunduran yang berlangsung di tubuh Muhammadiyah saat ini, dinilai Haedar, juga tidak terlepas dari kurangnya para kader dan generasi penerus Muhammadiyah dalam meneladani generasi pendahulunya. "Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, ajaran pendiri Muhammadiyah seperti tauhid sosial, tak berkembang," ujar Dawam saat peluncuran buku Satu Abad Muhammadiyah, Mengkaji Utang Arah Pembaruan, Kamis (1/7) di Yogyakarta.

Jumlah kata di Artikel : 732
Jumlah kata di Summary : 148
Ratio : 0,202

*Ringkasan berita ini dibuat otomatis dengan bantuan mesin. Saran atau masukan dibutuhkan untuk keperluan pengembangan perangkat ini dan dapat dialamatkan ke tech at mediatrac net.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar